
Gambar 1: Pojok Renungan Harian Penyuluh Agama Katolik
Saudara-saudari yang terkasih dalam Yesus Kristus,
Dalam bacaan Injil hari ini, dikisahkan bahwa Yesus mau ditangkap oleh orang-orang Farisi namun tidak ada seorang pun yang berani menyentuh-Nya dan juga sebab saat-Nya belum tiba. Waktu yang terjadi saat itu adalah mendekati Hari Raya Pondok Daun yang sungguh istimewa dan spesial. Oleh karenanya, penulis mengajak untuk merenungkan tentang Hari Raya Pondok Daun.
Hari Raya Pondok Daun, yang juga dikenal sebagai Sukkot, adalah hari raya orang Yahudi. Hari raya ini merupakan salah satu dari tiga hari raya ziarah yang disebutkan dalam Alkitab dan dirayakan pada hari ke-15 bulan Tishrei dalam kalender Ibrani. Hari raya yang penuh sukacita ini merupakan pengakuan atas keselamatan, perlindungan, penyediaan, dan kepercayaan Tuhan. Hari Raya Pondok Daun adalah perayaan musim gugur selama tujuh hari untuk menghormati ziarah selama 40 tahun orang Israel di padang gurun. Bersama dengan Paskah dan Festival Minggu, Sukkot adalah salah satu dari tiga hari raya ziarah terkenal yang ditemukan dalam Alkitab ketika semua pria Yahudi diharapkan untuk datang di hadapan Tuhan di Bait Suci di Yerusalem.
Selama perayaan ini, banyak orang Yahudi membangun dan tinggal di bangunan luar sementara yang disebut sukkot, yang dimaksudkan untuk mengingatkan mereka tentang tempat tinggal sementara orang Israel selama perjalanan mereka di padang gurun. Sukkot adalah kata Ibrani untuk ‘pondok’ atau ‘tenda’. Orang-orang Yahudi membangun tenda-tenda darurat, seperti orang Israel saat berkeliaran di padang gurun, untuk memperingati hari raya pembebasan mereka dari Mesir oleh tangan Tuhan.
Saudara-saudari yang terkasih dalam Yesus Kristus,
Di masa Prapaskah ini, mari kita bangun ketaatan dan kesederhanaan dalam hidup sehari-hari. Bagian dari pantang dan puasa pun bisa kita wujudnyatakan melalui cara hidup sederhana. Bisakah kita mengatakan “cukup”? Ada kalanya, kita mesti mengatakan “kurang”. Pada dasarnya, manusia memiliki ego yang sangat kuat. Sudahkah aku hidup sederhana? Merayakan kesederhanaan dengan membatasi diri untuk berkata “cukup sudah...”, tidak lebih dan tidak kurang.
Selanjutnya, bisakah kita meninggalkan ego kita, ketika kita harus “taat” kepada mereka yang adalah atasan kita, meski atau bahkan tidak sesuai dengan keinginan dan harapan kita? “Taat” melakukan sesuatu dengan penuh sukacita meski mungkin bertentangan dengan hati kita? Ini semua bisa menjadi bagian dari kita menjalankan proses pantang dan puasa di masa Prapaskah ini.